Misteri Kendaraan Buraq
- ..
Kalau
dilihat dalam kamus bahasa, maka kita akan menemukan istilah “buraq”
yang diartikan sebagai “Binatang kendaraan Nabi Muhammad Saw”, dia
berbentuk kuda bersayap kiri kanan. Dalam pemakaian umum “buraq” itu
berarti burung cendrawasih yang oleh kamus diartikan dengan burung dari
sorga (bird of paradise). Sebenarnya “buraq” itu adalah istilah yang
dipakai dalam AlQur’an dengan arti “kilat” termuat pada ayat 2/19, 2/20
dan 13/2 dengan istilah aslinya “Barqu”.
Para
sarjana telah melakukan penyelidikan dan berkesimpulan bahwa kilat
atau sinar bergerak sejauh 186.000 mil atau 300 Kilometer perdetik.
Dengan penyelidikan yang memakai sistem paralax, diketahui pula jarak
matahari dari bumi sekitar 93.000.000 mil dan dilintasi oleh sinar
dalam waktu 8 menit.
Jarak
sedemikian besar disebut 1 AU atau satu Astronomical Unit, dipakai
sebagai ukuran terkecil dalam menentukan jarak antar benda angkasa. Dan
kita sudah membahas bahwa Muntaha itu letaknya diluar sistem galaksi
bimasakti kita, dimana jarak dari satu galaksi menuju kegalaksi lainnya
saja sekitar 170.000 tahun cahaya. Sedangkan Muntaha itu sendiri
merupakan bumi atau planet yang berada dalam galaksi terjauh dari semua
galaksi yang ada diruang angkasa.
Amatlah
janggal jika kita mengatakan bahwa buraq tersebut dipahami sebagai
binatang atau kuda bersayap yang dapat terbang keangkasa bebas. Orang
tentu dapat mengetahui bahwa sayap hanya dapat berfungsi dalam
lingkungan atmosfir planet dimana udara ditunda kebelakang untuk gerak
maju kemuka atau ditekan kebawah untuk melambung keatas.
Udara
begitu hanya berada dalam troposfir yang tingginya 6 hingga 16 Km dari
permukaan bumi, padahal buraq itu harus menempuh perjalanan menembusi
luar angkasa yang hampa udara dimana sayap tak berguna malah menjadi
beban. Dengan kecepatan kilat maka binatang kendaraan itu, begitu juga
Nabi yang menaiki, akan terbakar dalam daerah atmosfir bumi, sebaliknya
ketiadaan udara untuk bernafas dalam menempuh jarak yang sangat jauh
sementara itu harus mengelakkan diri dari meteorities yang berlayangan
diangkasa bebas.
Semua
itu membuktikan bahwa Nabi Muhammad Saw bukanlah melakukan perjalanan
mi’rajnya dengan menggunakan binatang ataupun hewan bersayap
sebagaimana yang diyakini oleh orang selama ini.
Penggantian
istilah dari Barqu yang berarti kilat menjadi buraq jelas mengandung
pengertian yang berbeda, dimana jika Barqu itu adalah kilat, maka buraq
saya asumsikan sebagai sesuatu kendaraan yang mempunyai sifat dan
kecepatannya diatas kilat atau sesuatu yang kecepatannya melebihi
gerakan sinar.
Menurut
akal pikiran kita sehari-hari yang tetap tinggal dibumi, jarak yang
demikian jauhnya tidak mungkin dapat dicapai hanya dalam beberapa saat
saja.
Untuk
menerobos garis tengah jagat raya saja memerlukan waktu 10 milyard
tahun cahaya melalui galaksi-galaksi yang oleh Garnow disebut sebagai
fosil-fosil jagad raya dan selanjutnya menuju alam yang sulit
digambarkan jauhnya oleh akal pikiran dan panca indera manusia dengan
segala macam peralatannya, karena belum atau bahkan tidak diketahui oleh
para Astronomi, galaksi yang lebih jauh dari 20 bilyun tahun cahaya.
Dengan
kata lain mereka para Astronom tidak dapat melihat apa yang ada
dibalik galaksi sejauh itu karena keadaannya benar-benar gelap mutlak.
Untuk
mencapai jarak yang demikian jauhnya tentu diperlukan penambahan
kecepatan yang berlipat kali kecepatan cahaya. Sayangnya kecepatan
cahaya merupakan kecepatan yang tertinggi yang diketahui oleh manusia
sampai hari ini atau bisa jadi karena parameter kecepatan cahaya belum
terjangkau oleh manusia.
Dalam
AlQur’an kita jumpai betapa hitungan waktu yang diperlukan oleh para
malaikat dan ruh-ruh orang yang meninggal kembali kepada Tuhan: Naik
malaikat-malaikat dan ruh-ruh kepadaNya dalam sehari yang kadarnya
limapuluh ribu tahun. (QS. 70:4)
Ukuran
waktu dalam ayat diatas ada para ahli yang menyebut bahwa angka 50
ribu tahun itu menunjukkan betapa lamanya waktu yang diperlukan
penerbangan malaikat dan Ar-Ruh untuk sampai kepada Tuhan.
Namun
bagaimanapun juga ayat itu menunjukkan adanya perbedaan waktu yang
cukup besar antara waktu kita yang tetap dibumi dengan waktu malaikat
yang bergerak cepat sesuai dengan pendapat para ahli fisika yang
menyebutkan “Time for a person on earth and time for a person in hight
speed rocket are not the same”, waktu bagi seseorang yang berada dibumi
berbeda dengan waktu bagi orang yang ada dalam pesawat yang
berkecepatan tinggi.
Perbedaan
waktu yang disebut dalam ayat diatas dinyatakan dengan angka satu hari
malaikat berbanding 50.000 tahun waktu bumi, perbedaan ini tidak
ubahnya dengan perbedaan waktu bumi dan waktu elektron, dimana satu
detik bumi sama dengan 1.000 juta tahun elektron atau 1 tahun Bima
Sakti = 225 juta tahun waktu sistem solar.
Jadi
bila malaikat berangkat jam 18:00 dan kembali pada jam 06.00 pagi
waktu malaikat, maka menurut perhitungan waktu dibumi sehari malaikat =
50.000 tahun waktu bumi. Dan untuk jarak radius alam semesta hingga
sampai ke Muntaha dan melewati angkasa raya yang disebut sebagai ‘Arsy
Ilahi, 10 Milyard tahun cahaya diperlukan waktu kurang lebih 548 tahun
waktu malaikat.
Namun
malaikat Jibril kenyataannya dalam peristiwa Mi’raj Nabi Muhammad Saw
itu hanya menghabiskan waktu 1/2 hari waktu bumi /maksimum 12 Jam/ atau
= 1/100.000 tahun Jibril.
Kejadian
ini nampaknya begitu aneh dan bahkan tidak mungkin menurut pengetahuan
peradaban manusia saat ini, tetapi para ilmuwan mempunyai pandangan
lain, suatu contoh apa yang dikemukakan oleh Garnow dalam bukunya
Physies Foundations and Frontier antara lain disebutkan bahwa jika
pesawat ruang angkasa dapat terbang dengan kecepatan tetap /cahaya/
menuju kepusat sistem galaksi Bima Sakti, ia akan kembali setelah
menghabiskan waktu 40.000 tahun menurut kalender bumi.
Tetapi
menurut sipengendara pesawat /pilot/ penerbangan itu hanya
menghabiskan waktu 30 tahun saja. Perbedaan tampak begitu besar lebih
dari 1.000 kalinya.
Contoh
lain yang cukup populer, yaitu paradoks anak kembar, ialah seorang
pilot kapal ruang angkasa yang mempunyai saudara kembar dibumi, dia
berangkat umpamanya pada usia 0 tahun menuju sebuah bintang yang
jaraknya dari bumi sejauh 25 tahun cahaya.
Setelah
50 tahun kemudian sipilot tadi kembali kebumi ternyata bahwa
saudaranya yang tetap dibumi berusia 49 tahun lebih tua, sedangkan
sipilot baru berusia 1 tahun saja. Atau penerbangan yang seharusnya
menurut ukuran bumi selama 50 tahun cahaya pulang pergi dirasakan oleh
pilot hanya dalam waktu selama 1 tahun saja.
Dari
contoh-contoh diatas menunjukkan bahwa jarak atau waktu menjadi
semakin mengkerut atau menyusut bila dilalui oleh kecepatan tinggi
diatas yang menyamai kecepatan cahaya.
Kembali
pada peristiwa Mi’raj Rasulullah bahwa jarak yang ditempuh oleh
Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad dengan Buraq menurut ukuran dibumi
sejauh radius jagad raya ditambah jarak Sidratul Muntaha pulang pergi
ditempuh dalam waktu maksimal 1/2 hari waktu bumi (semalam) atau
1/100.000 waktu Jibril atau sama dengan 10-5 tahun cahaya, yaitu
kira-kira sama dengan 9,46 X 10 -23 cm/detik dirasakan oleh Jibril
bersama Nabi Muhammad (bandingkan dengan radius sebuah elektron dengan 3
X 19-11 cm) atau kira-kira lebih pendek dari panjang gelombang sinar
gamma.
Nah,
Barkah yang disebut dalam Qur’an yang melingkupi diri Nabi Muhammad
Saw adalah berupa penjagaan total yang melindungi beliau dari berbagai
bahaya yang dapat timbul baik selama perjalanan dari bumi atau juga
selama dalam perjalanan diruang angkasa, termasuk pencukupan udara bagi
pernafasan Rasulullah Saw selama itu dan lain sebagainya.
Jadi,
sekarang kita bisa mendeskripsikan tentang kendaraan bernama Buraq ini
sedemikian rupa, apakah dia berupa sebuah pesawat ruang angkasa yang
memiliki kecepatan diatas kecepatan sinar dan kecepatan UFO ? Ataukah
dia berupa kekuatan yang diberikan Allah kepada diri Rasulullah Saw
sehingga Rasul dapat terbang diruang angkasa dengan selamat dan
sejahtera, bebas melayang seperti seorang Superman?
Sebagai
suatu wahana yang sanggup membungkus dan melindungi jasad Rasulullah
sedemikian rupa sehingga sanggup melawan/mengatasi hukum alam dalam hal
perjalanan dimensi. Sekaligus didalamnya tersedia cukup udara untuk
pernafasan Nabi Muhammad Saw dan penuh dengan monitor-monitor yang
memungkinkan Nabi untuk melihat keluar ataupun juga monitor-monitor yang
bersifat “Futuristik” , yaitu monitor yang memberikan gambaran kepada
Rasulullah mengenai keadaan umatnya sepeninggal beliau nantinya.
Bukankah
ada banyak juga hadist shahih yang mengatakan bahwa selama perjalanan
menuju ke Muntaha itu Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan
pemandangan- pemandangan yang luar biasa? Apakah aneh bagi Anda jika
Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan oleh Allah (melalui
monitor-monitor futuristik tersebut) terhadap apa-apa yang akan terjadi
dikemudian hari? Apakah Anda akan mengingkari bahwa jauh setelah
sepeninggal Rasul ada banyak sekali manusia-manusia yang mampu
meramalkan ataupun melihat masa depan seseorang ?
Dalam
dunia komputer kita mengenal virtual reality (VR) yaitu penampakan
alam nyata ke dalam dimensi multimedia digital yang sangat interaktif
sehingga bagaikan keadaan sesungguhnya. Apakah tidak mungkin Rasulullah
telah merasakan fasilitas VR dari Allah Swt untuk mempresentasikan
kepada kekasihNya itu surga dan neraka yang dijanjikanNya?
Anda
pasti pernah mendengar sebutan “Paranormal” bukan? Jika anda
mempercayai semua itu, maka apalah susahnya bagi anda untuk mempercayai
bahwa hal itupun terjadi pada diri Rasulullah Saw, hanya saja bedanya
bahwa semua itu merupakan gambaran asli dari Allah Swt yang sudah pasti
kebenarannya tanpa bercampur dengan hal-hal yang batil.
Hal
ini juga bisa kita buktikan dengan banyaknya ramalan-ramalan Nabi
terhadap keadaan umat Islam setelah beliau tiada dan menjadi kenyataan
tanpa sedikitpun meleset? Darimana Rasulullah dapat melakukannya jika
tidak diperlihatkan oleh Allah sebelumnya ?
Allah
memberikan kebijaksanaan kepada siapa yang dikehendaki- Nya. Dan
barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang
banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang
yang berakal. (QS. 2:269)
Hikmah
dalam ayat 2:269 dan ayat-ayat lainnya, saya artikan sebagai
kebijaksanaan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya,
kebijaksanaan ini berarti sangat luas, baik dalam bidang ilmu
pengetahuan dunia atau akhirat, sebagai perwujudan dari Rahman dan
RahimNya.
Didalam
Hadist disebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw berangkat ke Muntaha dengan
ditemani oleh malaikat Jibril yang didalam AlQur’an surah 53:6
dikatakan memiliki akal yang cerdas. Dan dalam perjalanan itu Nabi
diberikan kendaraan bernama Buraq yang kecepatannya melebihi kecepatan
sinar.
Selanjutnya
selama perjalanan Nabi banyak bertanya kepada malaikat Jibril tentang
apa-apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya, ini menunjukkan bahwa
Nabi dan Jibril berada dalam jarak yang berdekatan. Tidak mungkinkah
Jibril ini yang mengemudikan Buraq untuk menuju ke Muntaha? Dalam kata
lain, Jibril sebagai pilot dan Muhammad sebagai penumpang?
Bukankah
Muhammad sendiri baru pertama kali itu mengadakan perjalanan ruang
angkasa, sementara Jibril telah ratusan atau bahkan jutaan kali
melakukannya didalam mengemban wahyu yang diamanatkan oleh Allah?
Jika
dikatakan Nabi sebagai pilot, dari mana Nabi mengetahui arah tujuannya
berikut tata cara pengemudian Buraq ini, apalagi ditambah dengan
banyaknya visi-visi alias Virtual Reality yang diberikan oleh Allah
kepada beliau selama perjalanan dan mengharuskannya mengajukan beragam
pertanyaan kepada Jibril?
Namun
jika kita kembalikan pada pendapat saya semula bahwa Jibril dalam hal
ini berlaku sebagai pilot dan Nabi sebagai penumpang, maka semua
pertanyaan dan keraguan yang timbul akan hilang.
Dalam
hal ini Jibril adalah pilot terbang berpengalaman, ia juga sangat
cerdas, sementara atas diri Nabi sendiri sudah diberikan oleh Allah
Barqah disekeliling beliau, sehingga setiap perubahan yang terjadi dalam
perjalanan, seperti goyangnya pesawat, tekanan gravitasi yang hilang,
udara dan lain sebagainya tidak akan berpengaruh apa-apa pada diri Nabi
yang mulia ini.
Dan
keadaan yang tanpa pengaruh apa-apa itu memungkinkan bagi Nabi untuk
mengadakan pertanyaan-pertanya an atas visi-visi yang dilihatnya itu
sekaligus dapat melihatnya secara jelas/Virtual Reality .
Kembali
pada Jibril yang senantiasa meminta izin didalam memasuki setiap
lapisan langit kepada malaikat penjaga, itu dikarenakan bahwa mereka
tidak mengenali Jibril yang berada didalam Buraq itu, sehingga begitu
Jibril menjawab, mereka baru bisa mengenali suaranya dan melakukan
pendeteksian secara visi keadaan dalam Buraq sehingga nyatalah bahwa
yang datang itu benar-benar Jibril.
Didalam
Hadist juga disebutkan bahwa malaikat penjaga langit itu juga
menanyakan tentang identitas sosok manusia yang dibawa oleh malaikat
Jibril, yang tidak lain dari Rasulullah Muhammad Saw. Dan dijelaskan
oleh Jibril bahwa Rasulullah Saw diutus oleh Allah dan telah pula
diperintahkan untuk naik ke Muntaha. (Hadist mengenai ini diriwayatkan
oleh Bukhari-Muslim dan dinyatakan oleh jumhur ulama dari ahlussunnah
sebagai Hadist yang shahih).
Hal
ini memang berkesan lucu bagi sebagian orang, apalagi mengingat bahwa
Nabi adalah manusia yang paling mulia yang mendapatkan kedudukan
terhormat yang bisa dibuktikan dengan bersandingnya nama Allah dan nama
beliau dalam dua buah khalimah syahadat yang tidak boleh dicampuri,
ditambah atau dikurangi dengan berbagai nama lain karena tiada hak bagi
makhluk lainnya mencampuri masalah ini.
Namun
justru disinilah letak kebesaran Tuhan. Semuanya sengaja
dipertunjukkan secara ilmiah kepada Nabi agar beliau dapat membuktikan
sendiri betapa ketatnya penjagaan langit itu sebenarnya.
Seperti
yang sudah dibahas di halaman artikel “Kajian Israk Miqraj” bahwa
Muntaha itu terletak digalaksi terjauh, dimana Adam dulunya diciptakan
dan ditempatkan pertama kali bersama Hawa.
Tetapi
sejak Adam bersama istrinya dan juga Jin serta Iblis diusir oleh Allah
dari sana, maka penjagaan terhadap tempat tersebut diperketat
sedemikian rupanya, sehingga tidak memungkinkan siapapun juga kecuali
para malaikat untuk dapat memasukinya, seperti yang termuat dalam ayat
ke-8,9 dan 10 dari surah 72:
“…Dan
sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit
itu.” (QS. 72:9) ”…kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat
dan panah-panah api.” (QS. 72:8) ”…Tetapi sekarang barang siapa yang
mencoba mendengarkan tentu akan menjumpai panah api yang mengintai.”
(QS. 72:9)
Dalam
hal ini bisa diasumsikan bahwa yang disebut dengan lapisan langit pada
Muntaha itu adalah berupa planet-planet yang terdekat dengan
“bumi-muntaha” , hal ini saya hubungkan dengan pernyataan Qur’an pada
surah 72:9 bahwa Jin atau Iblis itu dapat menduduki beberapa tempat.
Mampu
menduduki tempat disana artinya mampu berdiam ditempat tersebut, dan
karena tempat itu ganda (beberapa tempat), maka jelas tempat itu bukan
Muntaha itu sendiri, namun tempat yang terdekat dari Muntaha.
Sesuai
dengan kajian saya sebelumnya, bahwa Muntaha itu berupa bumi yang
disekitarnya juga terdapat planet-planet, maka planet-planet itulah
tempat atau posisi para syaithan itu berdiam dahulunya untuk mencuri
dengar berita-berita langit.
Muntaha
sendiri berarti “Dihentikan” atau bisa juga kita tafsirkan sebagai
tempat terakhir dari semua urusan berlabuh. Tempat yang menjadi
perbatasan segala pencapaian kepada Tuhan.
Teratai
Sidrah
berarti “Teratai” yaitu bunga yang berdaun lebar, hidup dipermukaan
air kolam atau telaga. Uratnya panjang mencapai tanah dasar air
tersebut. Bilamana pasang naik, teratai akan ikut naik, dan bila pasang
surut diapun akan turun, sementara uratnya tetap terhujam pada tanah
dasar tempatnya bertumbuh.
Teratai
yang berdaun lebar menyerupai keadaan planet yang memiliki permukaan
luas, sungguh harmonis untuk tempat kehidupan makhluk hidup. Teratai
berurat panjang mencapai tanah dasar dimana dia tumbuh tidak mungkin
bergerak jauh, menyerupai keadaan planet yang selalu berhubungan dengan
matahari darimana dia tidak mungkin bergerak jauh dalam orbit zigzagnya
dari garis ekliptik. Dan air dimana teratai berada menyerupai angkasa
luas dimana semua planet yang ada mengorbit mengelilingi matahari.
Turun
naik teratai dipermukaan air berarti orbit planet mengelilingi
matahari berbentuk oval, bujur telur, dimana ada titik Perihelion yaitu
titik terdekat pada matahari yang dikitarinya, begitupula ada titik
Aphelion, titik terjauh dari matahari. Sewaktu planet berada di
Aphelionnya dia bergerak lambat. Keadaan gerak demikian membantu
kestabilan orbit setiap planet yang mulanya hanya didasarkan atas
kegiatan magnet yang dimilikinya saja.
Allah
sendiri tidak berposisi di Muntaha, meskipun Muntaha itu merupakan
planet terjauh dan terpinggir dalam bentangan alam semesta sekaligus
sebagai dimensi tertinggi, dimana mayoritas malaikat berada disana
sembari memuji dan bertasbih kepada Allah, ia hanyalah sebagai suatu
tempat ciptaan Allah yang pada hari kiamat kelak akan dileburkan pula
dan semua isinya, termasuk para malaikat itu akan mati kecuali siapa
yang dikehendakiNya saja (QS. 27:87), hanya Allah sajalah satu-satunya
dimensi Tertinggi yang kekal dan abadi (QS. 2:255).